Cerita Skripsi #1
Untuk mengiringi penyelesaian tugas
Menjengkelkan, ketika aku putuskan membaca buku Tuntunan Penulisan Tugas Akhir mataku berhenti pada satu kalimat. "Sebenarnya menggarap skripsi itu mudah, hanya saja, seringkali mahasiswa merasa dirinya tak mampu terlebih dahulu sebelum mencoba..."
Eh, siapa bilang mahasiswa tingkat akhir nggak mempelajari ritme dosen pemimbing? Mula-mula mempelajari apa sukanya, jam berapa kosongnya, pas bimbingan lagi mood apa enggak. Yaa Allah, ngalah-ngalahi memahami calon istri.
Kalau saja kita tidak bisa mengikuti ritmenya, matilah kita ini dikoyak-koyak dan dilindas berbagai rutinitas dosen pembimbing. Ini realita boss...
Ada yang bilang, kalau kenal baik atau dikenal baik oleh segenap dosen, kita akan lebih mudah menjalani proses tugas akhir. Bukan dimudahkan dalam artian yang negatif. Maksudnya, para dosen tentu akan lebih tahu siapa dan bagaimana kemampuan kita. Itulah poin plus. Tapi kadang, ketika kita ingin skripsi cepet tanpa belibet, sedangkan dosen pembimbing tahu kemampuan kita, yaaaaa.... susah cepet.
Skripsi pengen cepet atau bagus?
Tapi secara logika, mana ada cepet bisa bagus. Wong penelitian itu harus mengikuti seabreg peraturan meneliti. Harus valid datanya, semakin belibet yang kita teliti, semakin ribet pula pengumpulan data yang dilakoni.
Udah deh, aku lanjutkan dulu nulis skripsinya.
*Aku udah telat hampir setahun. Teman-teman angkatan sudah pada lulus, kalaupun belum, sudah beberapa yang mengerjakan hingga BAB III atau II. Nah aku? Belum sama sekali. Wong hari ini aku baru aja tahu bedanya penelitian deskriptif dan eksplanatif. hehehe. Aku kurang suka dengan hal-hal yang berbau karya ilmiah kaku begini. Setahun ini pun tidak mencoba mencari tahu banyak, karena malesssssss baget. Tapi, ada satu hal yang buat aku mau tak mau harus memaksa diri menyelesaikan skripsi ini. Masa gini aja nggak bisa, bisa dong...
Daaaa..
0 comments:
Post a Comment