Alasan Kenapa Cangkem Kita Suka Ngomongin Orang Lain
Pada dasarnya kita sebagai manusia sangat gemar
mengukur diri sendiri melalui percakapan yang kita lakukan dengan orang
lainnya. Selain itu, kita juga begitu senang ketika membicarakan perihal yang
dilakukan bahkan yang akan dilakukan orang lain. Biasanya hal ini lebih akrab
dikenal dengan istilah gosip atau “cocote tonggo”. Lalu mengapa kita begitu
suka dengan gosip?
Mari kita lihat keseharian kita. Mulai bangun tidur,
pastinya kita lebih akrab dengan smart-phone dari pada sikat gigi dan
air. Entah dengan alasan melihat jam, meng-check chat doi semalam
atau cuman sekedar buka menu lalu back dan lock kembali.
Ngomong-ngomong, karena kita begitu akrab dengan smart-phone
coba deh kita lihat akun apa saja yang kita follow. Bisa dipastikan kita
mengikuti satu bahkan lebih akun yang secara cepat mengabarkan berbagai hal.
Mulai dari kecelakaan, pengumuman, pengaduan hingga lawakan ringan. Nama-nama
akun tersebut pun juga beragam. Ada yang diawali dengan kata info, news sampai
terkini. Kontennya tentu saja beragam. Hal-hal ter-update biasanya yang
dimuat.
Jaman sekarang, kita tahu suatu hal bukan dari orang
tua, teman atau kanal berita mainstream. Ya… Dari beranda kita. Ketika
ada sebuah informasi baru, kita tentu saja akan merasa lebih tahu dari yang
lainnya. Walaupun kita belum tahu lengkap tentang kejadian tersebut. Yang
penting, tahu dan sebar dulu. Masalah bener enggaknya kan bisa klarifikasi.
Sedang marak, klarifikasi-klarifikasian dan
pamit-pamitan. Enggak ada salahnya, kok. Sebenarnya, kita bisa meminimalkan
sikap klarifikasi ke publik dengan mengkonfirmasi secara pribadi terlebih
duhulu. Kita cek dulu apa benar berita tersebut, bagaimana kronologi kejadian
tersebut, dll. Mengapa kita jarang melakukan sikap konfirmasi terlebih dahulu?
Karena ada efek yang yang hendak digapai. Apa itu? Hero. Ya kan? Ketika kita
menyebarkan informasi terlebih dahulu dari pada yang lain, kita merasa lebih
tahu terlebih dahulu. Artinya, kita lebih tahu, maju, berwawasan luas hingga
memiliki kamampuan advanced dalam penguasaan media.
Kembali lagi pada alasan mengapa kita suka bergosip. Hal
ini pernah diteliti oleh seorang dosen Ilmu Komunikasi UMM yang kemudian
disusun menjadi jurnal ilmiah Pemahaman Media Literacy Televisi Berbasis Personal Competences Framework. Sugeng Winarno dalam penelitiannya menemukan
jika objek penelitiannya, yakni ibu-ibu masih memiliki kemampuan melek media di
level basic dalam menonton acara infotainment di TV. Artinya, kemampuan para
ibu-ibu dalam mengoperasikan media tidak terlalu tinggi. Juga kemampuan dalam
menganalisa konten media tidak terlalu baik serta kemampuan berkomunikasinya
lewat media terbatas.
Setidaknya setiap orang harusnya memiliki Personal
Competences yang terdiri dari dua hal yakni Technical Skill dan
Critical Understanding. Technical Skill berhubungan dengan bagaimana kita
menguasai media dan segala tools-nya. Critical Understanding terkait
dengan daya analisis dan evaluasi terhadap konten yang diproduksi suatu media.
Rupanya dengan melihat fenomena akhir-akhir ini, banyak dari kita masih berada pada level basic di bawah level
medium dan advanced yang mapan dalam bermedia.
Ketika kemampuan kita dalam menguasai media begitu
rendah, tentu saja kita mudah terombang-ambing dengan berbagai kabar angin karena kita tidak memiliki kemampuan analisis yang baik. Kita hanya
mengedepankan heroisme dalam penyebaran berita. Pengakuan diri yang ingin kita
raih terlalu naif dengan cara tersebut. Seandainya saja kita mau sedikit repot
mengkonfirmasi segala berita yang hendak kita konsumsi dan sebarkan demi
kebaikan bersama pasti dunia kegaduhan di negara +62 kita ini akan lebih
subtantif.
Bergosip yang lekat dengan istilah digosok makin sip, telah
lama menguasai kita. Gosip nampaknya akan musnah ketika kita mau mencari tahu dan
meghormati privasi orang lain. Namun, selama media sosial dengan beragam
fasilitas kepo dan mental kita yang demikian, jangan heran bergosip akan terus
hidup, faktor habisnya kuota berharga dan tentu syajah waktu kita bersama keluarga,
kerabat hingga Tuhan YME.
Photo by: Photo by Isabell Winter on Unsplash
0 comments:
Post a Comment