-->

November 01, 2017

Lucunya Diri Ini
sumber gambar: film-grab.com

Manusia sayang, manusia malang. Hidup di zaman ini memang serba salah. Update status terus dibilang alay, nggak update dibilang kudet (baca: kurang update). Namun jujur, kita ini lucu. Kenapa ? Masih ada saja yang mengaku bahwa dirinya tidak pernah meniru.

Padahal semua yang menempel pada diri kita ini hasil imitasi. Meniru orang lain. Tak percaya ? Kita menggunakan sendok ataupun tangan saat makan, itu meniru siapa? Apakah lahir, kemudian besar bimsalabim bisa menggunakan sendok ? Big No.. !

Semua pada diri ini adalah hasil imitasi. Lalu, apa yang murni dari diri kita dong ? Dan mengapa kita tak jarang mendengar "Jadilah Dirimu Sendiri ! Jangan Jadi Orang Lain !" ?

Begini, perlu kiranya kita memberi batasan yang jelas antara "jadi diri sendiri" dengan "jangan jadi orang lain". Jangan kita menggunakan cara berpikir yang formal. Seperti apa itu ? Semisal, ada himbauan dilarang membuang sampah di suatu area. Bilamana kita memahami secara formal atas himbauan itu, kita akan memahami bahwa jangan membuang sampah di area 'itu saja'. Kan sejatinya tidak begitu cara memahaminya. Ketika ada himbuan demikian, kita baiknya memahami bahwa membuang sampah sembarangan itu tak benar, baik di area itu maupun dimanapun.

Menjadi diri sendiri bukan berarti kita melakukan segala hal yang tidak dilakukan orang lain (baca: tidak sama). Menjadi diri sendiri adalah memiliki ideologi (pandangan hidup, prinsip hidup) yang jelas terkait bagaimana kita menjadi seseorang. Hal itulah yang membedakan kita dengan orang lain. Kita memiliki rel, kita memiliki cara tersendiri dalam menghadapi hal yang sama dengan orang lain.

Ada dua orang ingin memiliki sebuah biola. Orang pertama, untuk memiliki biola ia berjualan, kemudian hasil jualan itu ia tabung dan menjadi harapan suatu nanti ia akan memiliki sebuah biola. Orang kedua, ia tidak harus berjualan seperti orang pertama. Ia memiliki potensi yang berbeda. Ia bisa menggunakan potensinya itu untuk mencapai tujuan yang sama dengan orang pertama.

Sebenarnya, meniru orang lain bukanlah sebuah dosa. Selama hal itu hanya berhenti pada tahap 'terinspirasi'. Karena kita ini adalah produk mega imatasi. Apa yang melekat pada diri kita, semuanya adalah hasil meniru orang lain. Baik orangtua, kakak, adik hingga idola. Tak bisa dipungkiri bahwa ini kenyataan. Coba sebutkan apa yang tidak meniru ?

Kita perlu meng-clear-kan bahwa meniru itu hanya berhenti pada tahap 'terinspirasi'. Dalam kuliah, pernah disampaikan dosen, "Meniru tak apa, jadikan itu inspirasimu. Jadikan itu sebagai bahan belajarmu, mediamu untuk mengetahui sesuatu. Namun jangan lupa prinsip ATM, Amati, Tiru kemudian Modifikasi.". Hal ini bisa kita pahami bahwa meniru bisa menjadi proses belajar kita, lalu proses ini kemudian akan berubah menjadi inovasi (pembaharuan). Tidak selalu kita harus menemukan sesuatu untuk menjadi orang yang bermanfaat.

So, masih malukah untuk mengakui bahwa engkau peniru ulung ? Lucu ya diri ini.

0 komentar:

Posting Komentar

Kontak

Kantor:

Surabaya, Jawa Timur