-->

Juni 30, 2018

Harian Kompas Dalam Menyajikan Data Kredibel di Quick Count Pilgub Jatim #1


Ingar bingar akan diadakannya Pemilihan Gubernur Jawa Timur (Pilgub Jatim) sudah menggema sejak mundurnya Khofifah Indar Parawansa dari kursi Menteri Sosial. Tapi, saat itu aku belum begitu tertarik mengikuti kabar tentang pilgub.

Beberapa bulan kemudian, calon-calon gubernur yang akan memimpin Jatim go public. Mereka ialah Khofifah Indar Parawansa berpasangan dengan Emil Dardak sedangkan Saifullah Yusuf (Gus Ipul) dengan Puti Guntur Soekarno. Khofifah dengan nomor urut satu dan Saifullah dengan nomor urut dua. Jujur saja, walaupun sudah keluar nama-nama calonnya, aku tetap belum tertarik mengikuti.

Namun, hal berbeda terjadi setelah aku "iseng" menonton debat calon gubernur dan wakil gubernur Jatim. Ketertarikan itu tiba-tiba datang sebab beragam statement yang disampaikan oleh para calon. Setiap kali mereka menjelaskan program yang akan diusung, aku langsung mencari faktanya dengan google. Tentu untuk memastikan apakah program tersebut tepat dilakukan dengan kondisi sosial objektif atau tidak. Sejak itulah aku mulai mengikuti segala hal terkait Pilgub Jatim.

Di kampus, aku bergabung dengan Lembaga Media Universitas, namanya Koran Kampus Bestari. Koran ini meliput berbagai kegiatan kampus, mahasiswa, dosen. Selain itu juga hal-hal menarik tentang Malang. Ketika ada tamu seperti Menteri dan sebagainya, hampir selalu aku bertugas meliput. Beberapa tamu penting kampus yang pernah aku liput adalah Haedar Nashir (Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah), Muhadjir Effendy (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan), Puan Maharani (Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan) hingga Presiden Joko Widodo (walapun yang ini aku tidak meliput, tapi aku sempat ikut seniorku yang ditugasi meliput) dan masih banyak lagi.

Disalah satu kesempatan, Khofifah dan Gus Ipul datang ke kampusku karena mamang diundang Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jatim dalam agenda pengajian akbar. Disana, aku benar-benar mencoba mengenal keduanya dengan mata telanjang. Mulai dari memperhatikan gaya pidato, isu yang diangkat hingga komitmen.

Aku berkesempatan melakukan door stop (wawancara informal usai acara bersama insan media) dengan Khofifah. Seperti door stop pada umumnya, perlu berdesakan untuk memperoleh gambar yang jelas, karena aku fotografer.

------

Keesokan harinya, tiba-tiba ada sebuah pesan dari seorang teman se-kantor yang menginformasikan bahwa Harian Kompas sedang mencari Tenaga Survey Pilgub Jatim. Tanpa pikir panjang, aku bersedia untuk bergabung. Disamping itu, aku memang pembaca setia Koran Harian Kompas dan Kompas.com. Aku mengikuti benar sejarah perkembangan Kompas dari masa ke masa melalui buku yang juga diterbitkan Kompas, judulnya Beberapa Segi Perkembangan Sejarah Pers di Indonesia.



Bila kamu memang "pecandu" ilmu jurnalistik, kamu perlu baca buku ini. Puuenting banget! Sangking hebatnya, buku ini disusun Tim Peneliti di tahun 1976-1977 yang di Ketuai Abdurrachman Surjomihardjo dan tahun 1977-1978 yang tetap diketuai Abdurrachman Surjomihardjo. Fakta uniknya, buku ini pernah dilarang disebarkan ke publik. Berikut kutipan kata pengantar cetakan kedua oleh Taufik Abdullah, Mantan Direktur LEKNAS-LIPI,

"Baru saja buku itu keluar dari percetakan (1980) "bom" yang teramat keras menimpa tim peneliti - Menteri Penerangan melarang buku itu disebarkan. Kepala Litbang Deppen tidak bisa berbicara apa-apa, selain harus menjalankan perintah yang telah "dititahkan". Maka, begitulah jadinya - secara formal buku itu harus dianggap tidak pernah ada. Secara formal yang ada hanyalah sebuah naskah hasil penelitian yang bisa dicetak dan bisa juga tidak." (Hlm. xxi)
Buku ini terhitung susah dicari dipasaran. Aku saja perlu merogoh kocek yang cukup dalam untuk memperoleh buku berharga ini. Btw, jadi kemana-mana yaa..

Kembali lagi,

Beberapa hari kemudian, diundanglah aku dan beberapa teman ke kantor Kompas yang letaknya dibelakang Balai Kota Malang untuk briefing awal.

Menjelang ramadhan, aku dimasukkan kedalam grup Whatsapps (WA) dengan namanya Quick Count Pilkada Jatim. Ternyata kami dibagi kedalam beberapa kelompok disertai satu orang Koordinator Lapangan (Korlap). Kebetulan aku di-korlapin sama Mas Toni Welly atau Towel dia lebih akrab disapa teman-temannya.

Bro, jangan panggil Pak ya. Aku masih kuliah.
Itu adalah kata pertama dari seorang Mas Towel. Memang anti mainstream.

Beberapa hari masuk grup, Mas Towel sudah mulai gencar mengirim informasi-informasi tentang jadwal briefing kedua, tanggal-tanggal penting dan banyak lagi. Selain itu kami diminta untuk mengisi beberapa formulir online untuk kelengkapan data diri.

Tibalah saatnya untuk briefing kedua. Briefing dipimpin langsung oleh Mbak Endang dan Mbak Yuli yakni utusan Harian Kompas Pusat. Mereka diutus sebagai Koordinator Wilayah Pilgub Jatim.

"Selama berjalannya Quick Count, kalian akan berkoordinasi intens dan langsung dengan Korlap masing-masing," jelas Mbak Endang.
Kami semua diberi amunisi sebendel kertas penting dalam satu map. Isinya, surat tugas, surat pernyataan, surat verifikasi KPU Jatim, form cek lapangan, dan masih banyak lagi.



Harian Kompas sudah banyak kali melakukan survey. Dimulai sejak tahun 2007 saat pemilihan gubernur DKI Jakarta. Untuk wilayah Malang sudah beberapa kali menjadi tempat pengambilan sample yang tak hanya berhubungan dengan Pemilu.

Sebelumnya, bayanganku tentang Quick Count yang ada di Televisi adalah penghitungan di seluruh Tempat Pemungutan Suara (TPS) di suatu daerah yang sedang melakukan pemilihan. NYATANYA AKU SALAH BESAR! Perhitungan cepat didapat dengan metode penelitian kuantitatif. Jadi, hanya diambil sample.

Lalu bagaimana menentukan suatu TPS yang kemudian dijadikan sample?
Aku juga sempat bingung bagaimana ini ditentukan. Aku sempat bertanya ke Mas Towel. Ternyata untuk menentukan TPS yang kemudian dijadikan sample ada proses panjang melalui perhitungan sebuah rumus. Aku tidak begitu paham dengan hal yang demikian, intinya menurut penjelasan Mas Towel, semua yang sudah ditentukan melalui proses dan investigasi panjang jauh hari sebelum proses survey dilakukan.

Walaupun sudah beberapa kali ikut menyaksikan bahkan mengikuti Pemilu, aku banyak baru tahu terkait teknis pemilihan umum setelah menjadi tenaga survey Harian Kompas. Lagi-lagi memang sangat menyedihkan :')

Lanjut...

Saat briefing, kami juga diperkenalkan dengan sistem yang digunakan pada saat melaksanakan tugas dilapangan, yakni Open Data Kit (ODK). Menggunakan aplikasi yang sudah disiapkan sedemikian rupa oleh Kompas, diharapkan data lapangan Quick Count dapat dikirimkan lebih cepat dan akurat. Intinya, form manual tetap ada sebagai backup dan versi digital digunakan untuk kecepatan dan keakuratan pengiriman ke Kompas Pusat.



Saat di lapangan, aku berkali-kali ditelpon konfirmator Kompas Pusat, Jakarta. Ada apa ? Dan apa saja yang aku dilakukan saat di lapangan? Akan aku ceritakan diposting selanjutnya :)

0 komentar:

Posting Komentar

Kontak

Kantor:

Surabaya, Jawa Timur