-->

Desember 18, 2020

Jogja dengan Seluruh Keindahannya yang Ngangenin
Disclaimer: Artikel ini adalah kerja sama dengan POST.APP.

Yogyakarta. Nama ini cukup membuatku teringat pada banyak kenangan. Yogya atau Jogja pernah jadi salah kota impianku sejak MA kelas 11. Saat itu, Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada (UGM) yang bikin silau. Tapi nasib mengatakan yang lain, hatiku pasca lulus MA malah membawaku ke Malang.

Sebelum punya hobi nongkrong di depan PC, awal semester kuliah aku demen banget kalau ada ajakan ke Jogja. Ini karena aku masih belum ikhlas dengan nasib kuliah di Malang, haha~

Pantas memang, kalau orang-orang menyematkan Jogja dengan begitu banyak predikat. Mulai dari kota pelajar, kota sejarah sampai sebuah kota yang punya beragam mantra rindu. Apa ya, Jogja benar-benar persis seperti yang digambarkan Adhitia Sofyan lewat lagunya “Sesuatu di Jogja”. 

Daripada bepergian ke tempat wisatanya, aku lebih senang mengunjungi angkringan dan berjalan kaki atau naik dokar (Andong) keliling kota. Aku nggak ngerti kenapa Jogja begitu istimewa. Apa mungkin gara-gara aku dan kita semua sudah jauh meninggalkan budaya tradisional?

Hal yang membuatku makin merasa Jogja adalah aku ketika beberapa penjual masih mempertahankan kebiasaan masak secara tradisional. Misalnya masak nasi goreng dengan menggunakan arang sebagai sumber api. 

Aku punya kenangan, aku pernah besar dalam lingkungan tradisional di Banyuwangi, di sebuah desa bernama Benculuk. Mbah Uti (Nenek) dan Mbah Kung (Kakek) hampir selalu masak menggunakan tungku api untuk masak besar. Misalnya saat lebaran dan acara keluarga lainnya. Jadi tugasku dulu menyiapkan kayu-kayunya sebagai bahan bakar.

Photo by Lek Nikto on Unsplash

Saat berkuliner aku juga suka senyum-senyum sendiri kalau menemukan mbah-mbah yang masih menyimpan uangnya di balik baju, persis kayak Mbah Utiku! Aku juga selalu dibuat kagum pada penjual tradisional yang berhitung secara cepat dalam angan-angan, walaupun beberapa penjual lainnya sudah menggunakan aplikasi kasir. Namun tetap saja, aku kagum.

Di sudut lain Jogja, aku sering menemukan pertunjukan seni jalanan yang sayang banget kalau dilewatkan. Pertunjukan tersebut pun beragam. Ada tari, teatrikal sampai permainan musik dari pengamen jalanan yang total banget! 

Alat-alat musik yang dipakai pun juga beragam, kayak angklung, kulintang dan suling. Lagu-lagunya juga bikin pingin joged! Wkwk~

Terakhir ke Jogja itu tahun 2019 akhir. Saat itu aku masih magang di suatu kantor dan saat kantor ngadakan fun holiday ke Jogja, anak magangnya diajak! Yaaaaa akhirnya jadi kesempatan kangen-kangenan sama kota ini! Karena acara bersama, aku nggak bisa seenaknya. 

Jadi tetap harus ikut jalan-jalan ke tempat wisata sesuai dengan jadwal. Malamnya saat diberi waktu bebas kemana saja, aku langsung cari nasi Gudeg! Malam itu Malioboro pueeenuh! Tapi tetap menyenangkan.

Mampir dulu ke Candi Prambanan. (2019)

Kalau ditanya apa bosennya di Jogja aku akan jawab “Nggak ada!”. Beneran! Jogja itu komplit. Semuanya kenangan bisa diawali dan diakhiri disana. Walaupun punya hobi nongkrongin PC, khusus Jogja, kalau ada kesempatan dan tawaran untuk bepergian kesana setelah pademi ini, aku akan ambil!

Semoga pandemi ini cepat berlalu. 

Semoga kita bisa segera melakukan berbagai aktivitas dengan lancar dan baik. Tentu saja, semoga Jogja selalu menjadi kota kenangan dengan segala keindahannya.

0 komentar:

Posting Komentar

Kontak

Kantor:

Surabaya, Jawa Timur