Ingar bingar akan diadakannya Pemilihan Gubernur Jawa Timur (Pilgub Jatim) sudah menggema sejak mundurnya Khofifah Indar Parawansa dari kursi Menteri Sosial. Tapi, saat itu aku belum begitu tertarik mengikuti kabar tentang pilgub.
Beberapa bulan kemudian, calon-calon gubernur yang akan memimpin Jatim go public. Mereka ialah Khofifah Indar Parawansa berpasangan dengan Emil Dardak sedangkan Saifullah Yusuf (Gus Ipul) dengan Puti Guntur Soekarno. Khofifah dengan nomor urut satu dan Saifullah dengan nomor urut dua. Jujur saja, walaupun sudah keluar nama-nama calonnya, aku tetap belum tertarik mengikuti.
"Baru saja buku itu keluar dari percetakan (1980) "bom" yang teramat keras menimpa tim peneliti - Menteri Penerangan melarang buku itu disebarkan. Kepala Litbang Deppen tidak bisa berbicara apa-apa, selain harus menjalankan perintah yang telah "dititahkan". Maka, begitulah jadinya - secara formal buku itu harus dianggap tidak pernah ada. Secara formal yang ada hanyalah sebuah naskah hasil penelitian yang bisa dicetak dan bisa juga tidak." (Hlm. xxi)
Bro, jangan panggil Pak ya. Aku masih kuliah.Itu adalah kata pertama dari seorang Mas Towel. Memang anti mainstream.
Beberapa hari masuk grup, Mas Towel sudah mulai gencar mengirim informasi-informasi tentang jadwal briefing kedua, tanggal-tanggal penting dan banyak lagi. Selain itu kami diminta untuk mengisi beberapa formulir online untuk kelengkapan data diri.
Tibalah saatnya untuk briefing kedua. Briefing dipimpin langsung oleh Mbak Endang dan Mbak Yuli yakni utusan Harian Kompas Pusat. Mereka diutus sebagai Koordinator Wilayah Pilgub Jatim.
"Selama berjalannya Quick Count, kalian akan berkoordinasi intens dan langsung dengan Korlap masing-masing," jelas Mbak Endang.Kami semua diberi amunisi sebendel kertas penting dalam satu map. Isinya, surat tugas, surat pernyataan, surat verifikasi KPU Jatim, form cek lapangan, dan masih banyak lagi.
Harian Kompas sudah banyak kali melakukan survey. Dimulai sejak tahun 2007 saat pemilihan gubernur DKI Jakarta. Untuk wilayah Malang sudah beberapa kali menjadi tempat pengambilan sample yang tak hanya berhubungan dengan Pemilu.
Sebelumnya, bayanganku tentang Quick Count yang ada di Televisi adalah penghitungan di seluruh Tempat Pemungutan Suara (TPS) di suatu daerah yang sedang melakukan pemilihan. NYATANYA AKU SALAH BESAR! Perhitungan cepat didapat dengan metode penelitian kuantitatif. Jadi, hanya diambil sample.
Lalu bagaimana menentukan suatu TPS yang kemudian dijadikan sample?Aku juga sempat bingung bagaimana ini ditentukan. Aku sempat bertanya ke Mas Towel. Ternyata untuk menentukan TPS yang kemudian dijadikan sample ada proses panjang melalui perhitungan sebuah rumus. Aku tidak begitu paham dengan hal yang demikian, intinya menurut penjelasan Mas Towel, semua yang sudah ditentukan melalui proses dan investigasi panjang jauh hari sebelum proses survey dilakukan.
Walaupun sudah beberapa kali ikut menyaksikan bahkan mengikuti Pemilu, aku banyak baru tahu terkait teknis pemilihan umum setelah menjadi tenaga survey Harian Kompas. Lagi-lagi memang sangat menyedihkan :')
Lanjut...
Saat briefing, kami juga diperkenalkan dengan sistem yang digunakan pada saat melaksanakan tugas dilapangan, yakni Open Data Kit (ODK). Menggunakan aplikasi yang sudah disiapkan sedemikian rupa oleh Kompas, diharapkan data lapangan Quick Count dapat dikirimkan lebih cepat dan akurat. Intinya, form manual tetap ada sebagai backup dan versi digital digunakan untuk kecepatan dan keakuratan pengiriman ke Kompas Pusat.
Saat di lapangan, aku berkali-kali ditelpon konfirmator Kompas Pusat, Jakarta. Ada apa ? Dan apa saja yang aku dilakukan saat di lapangan? Akan aku ceritakan diposting selanjutnya :)